Blogroll

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 19 Oktober 2024

AKSI NYATA MODUL 3.1. PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

AKSI NYATA MODUL 3.1.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

Oleh:

I Nyoman Supariarta, S.Pd

CGP Angkatan 11

A.   Kasus

Setelah melakukan wawancara dengan kepala sekolah saya mendapatkan sebuah kasus delima etika. 

Suatu ketika beliau menerima laporan dari panitia ujian sekolah bahwa ada murid yang tidak sekolah pada saat ujian praktek, padahal beliau sudah memahami regulasi dalam kelulusan siswa kls XII harus dilaksanakan ujian praktek sebagai prasyarat untuk kelulusan dan dalam  jugnis yang diberikan dinas Pendidikan tidak ada pelasanaan ujian praktek susulan. Mendengar laporan tersebut beliau lantas memanggil wali kelas bersama guru bk untuk menghubungi murid yang bersangkutan. Saat wali kelas menghubungi via telpun yang bersangkutan tidak merespon, akhirnya kepala sekolah meminta wali kelas dan guru bk mengadakan homevisit dan meminta agar orang tua ke sekolah untuk membicarakan permasalahan anaknya. Dalam percakapan antara wali kelas guru bk dan kepala sekolah didapatkan; anak tersebut tidak mau sekolah dan mengunci diri dalam kamar, orangtuapun bingung melihat situasi anaknya, karena anaknya terkesan tertutup. Wali kelas dan guru bk pun memberikan pernyataan bahwa yang bersangkutan tergolong anak yang tidak pernah membuat masalah. Dari percakapan itu kepala sekolah mengatakan kepada orang tua agar berusaha dulu melakukan pendekatan kepada anak yang bersangkutan agar besok si anak agar mengikuti ujian praktek. Keesokan harinya yang bersangkutan kembali tidak sekolah, dan kembali wali kelas dan guru bk melakukan homevisit dan menemukan bahwa murid tersebut masih mengunci diri di kamarnya, anaknya tidak mau keluar dari kamarnya dan terkesan menghindar, orang tuapun hanya bisa pasrah melihat kondisi anaknya. Kemudian kepala sekolah mencoba meminta kembali guru bk dan wali kelas untuk kunjungan ke rumah murid dengan hari yang berbeda waktu yang berbeda, akhirnya anak yang bersangkutan keluar dari kamarnya dan menjelaskan permasalahanya. Anak bersangkutan malu untuk kesekolah karena dalam ujian praktek pelaksanaanya secara berkelompok, dia pribadi yang kurang mudah bergaul dan tertutup, sehingga tidak memiliki kelompok untuk ujian.   Selanjutnya kepala sekolah mengadakan rapat bersama panitia ujian. Dari sinilah kepala sekolah memberikan kebijakan agar untuk murid yang bersangkutan dibuatkan ujian praktek susulan dan pola ujian praktek yang bisa dikerjakan secara mandiri oleh siswa. Akhirnya siswa melaksanakan ujian praktek secara susulan. 

    B.  Analisis kasus tersebut

Jika dianalisis menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan dipaparkan sebagai berikut:

  1. Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
  2. Dalam kasus tersebut nilai yang bertentangan adalah keadilan lawan Belas kasih
  3. Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut? Murid kelas XII, Wali Kelas XII, Guru BK, Kepala Sekolah, Panitia ujian sekolah 
  4. Apa fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut?  Murid tergolong murud yang tidak pernah memiliki permasalahan di sekolah,  Murid tidak datang mengikuti ujian praktek, Regulasi dari dinas mengharuskan murid mengikuti ujian praktek sebagai prasyarat kelulusan., Ujian praktek sesuai regulasi tidak ada ujian susulan,  Murid malu mengikuti ujian praktek karena dilaksanakan secara berkelompok sementara murid tersebut tidak memiliki kelompok
  5. Mari kita lakukan pengujian benar atau salah terhadap situasi tersebut. Uji legal (Tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus tersebut), Uji regulasi (Ada, dikarenakan sesuai regulasi dari dinas terkait tidak ada pelaksanaan ujian praktek susulan, dalam kegiatan ujian praktek), Uji intuisi (Menurut saya tidak salah, karena yang bersangkutan tergolong murid yang tidak pernah membuat masalah di sekolah. Permasalah murid lebih ke masalah psikologis). Uji publikasi (Sangat tidak nyaman, dikarenakan sekolah akan di cap oleh Masyarakat tidak mampu untuk menangani permasalahan murid, dan tidak tau permasalahan anak. Uji Panutan/Idola (Keputusan yang diambil bagi saya sudah benar, karena murid mengalami permasalahan psikologis saat menghadapi ujian praktek. Keputusan itu sudah bijak meminta murid untuk mengikuti ujian susulan). 
  6. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi? Paradigma yang terjadi adalah keadilan lawan rasa kasihan, sekolah akan terlihat tidak adil dengan siswa yang lain dalam pelaksanaan ujian praktik dan rasa kasihan karena murid tergolong murid tidak pernah berbuat salah dan memiliki kesempatan mendapatkan Pendidikan.
  7. Prinsip mana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini? Prinsip yang digunaka  adalah berpikir berbasis  rasa peduli, kita peduli terhadap masa depan murid.
  8. Adakah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya (Investigasi Opsi Trilemma)? Alternatif yang bisa kita lakukan untuk menghadapi masalah ini adalah yang pertama menjalin komunikasi yang baik dengan murid  dan orang tua.  Menggunakan coaching untuk  menggali informasi dari orang tua atau murid agar memahami permasalahan yang dihadapi murid. Sehingga nantinya permasalahan cepat dapat diatasi. 
  9. Apa keputusan yang Anda ambil? Murid diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian praktek secara susulan. 
  10. Coba lihat lagi keputusan Anda dan refleksikan. Berdasarkan keputusan itu bagi saya sudah berpihak pada murid, murid tetap  mengikuti ujian praktek secara susulan dengan catatan dalam pelaksanaannya murid harus tetap dipantau, agar nanti murid menyelesaikan ujian praktik dan nantinya hasil ujian praktik tersebut menjadi bukti fisik bahwa murid sudah mengerjakan, jika kelak ada komplin dari pihak lain. Hal ini merupakan car akita untuk menjaga integritas penilaian sekolah yang kita miliki. 
Kesimpulan dan Refleksi 

Setelah saya belajar tentang modul 3.1. Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin  saya memahami Perbedaan antara  dilema etika (benar vs benar) dan bujukan moral (benar vs salah)

Terdapat 4 paradigma pengambilan keputusan yaitu Rasa keadilan vs rasa kasihan, Individu vs masyarakat, Kebenaran vs kesetiaan dan Jangka pendek vs jangka Panjang.
Terdapat 3 prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu prinsip berpikir berbasis hasil akhir, berbasis peraturan dan berbasis kepedulian. 
Terdapat 9 langkah pengambilan keputusan yaitu (1) Mengenali bahwa ada nilai yang bertentangan, (2) Menentukan siapa yang terlibat dlam situasi ini, (3) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini, (4) Pengujian benar salah (Uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi uji panutan/idola), (5) Pengujian paradigma benar atau salah, (6) Prinsip pengambilan keputusan, (7) Investigasi trilema, (8) Buat keputusan, (9) Meninjau kembali keputusan dan refleksi
Hal diluar dugaan saya adalah banyak hal yang perlu  dipikirkan sebelum mengambil keputusan, tidak hanya mempertimbangkan aturan semata. 

Selian itu dengan kita meningkatkan Keterampilan coaching akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik. Diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan dan Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. 

Sebelum mempelajari modul ini dalam mengambil keputusan lebih banyak mempertimbangkan melanggar aturan atau tidak. Dampak dari mempelajari konsep – konsep di modul ini sangat luar biasa. Pembelajaran di modul ini tidak hanya saya aplikasikan di dalam pengambilan keputusan, Sehingga dalam pengambilan keputusan dilema moral dapat berpihak pada murid, bertanggung jawab dan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Dalam mempelajari topik ini menurut saya sangatlah penting baik sebagai individu dan apalagi sebagai seorang pemimpin. Karaena sesungguhnya kita sebagai manusia kita tidak bisa lepas dalam kegiatan pengambilan baik keputusan bersifat individu, keluarga, sekolah, masyrakat maupin pemerintahan. Dengan mempelajari modul ini sebagai seorang pemimpin pembelajaran, saya merasa mendapatkan bekal yang cukup, yang dapat saya gunakan sebagai panduan dalam mengambil sebuah keputusan. 

Kamis, 17 Oktober 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI  KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN


Oleh: 

I Nyoman Supariarta, S.Pd

CGP Angkatan 11

SMA Negeri 1 Kerambitan

 

Saya adalah calon Guru penggerak AngkatanXI, pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Pengambilan Keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin

 

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert

Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

Kaitannya adalah tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun murid menuju kebahagiaan dan keselamatan sebagai manusia dan anggota masyarakat. Sebagai pendidik kita bertugas memberikan ilmu pengetahuan kepada murid juga menuntun laku murid, agar murid mampu mengejawantahkan nilai nilai kebajikan universal. Memberikan ilmu pengetahuan kepada murid memang sangat penting kita lakukan namun yang lebih penting lagi akhlak. Kita harus mampu menuntun akhlak murid sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Keputusan yang kita harus ambil dalam proses ini harus mampu dipertanggungjawabkan dan berorientasi pada kepentingan murid. Pemahaman tentang etika akan menuntun guru ebih bijaksana dalam bersikap, dan akan menuntun siswa akan lebih bijak dalam bertidak.

 

Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Dalam mengambil keputusan kita harus mengidentifikasi dulu 3 prinsip, 4 paradigma dan 9 langkah , pertama kita harus paham betul permasalahan yang ada dalam lingkungan kita. Selanjutnya kita harus mampu berpikir matang prinsip mana yang kita gunakan untuk menghadapi permasalahan. Misalnya saja berpikir pada berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Jadi saat kita berpikir berdasarkan peraturan pastilah kita patuh pada aturan yang berlaku, tetapi jika peraturan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan akan terjadi dualitas pengambilan keputusan, Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) dalam penyelesaian dilema etika berbasis rasa peduli kita memutuskan seuatu dengan pemikiran apa yang anda harapkan orang lakukan terhadap anda. Dan Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Dalam penyelesaian berbasis hasil akhir kita berpikir tentang melakukan sesuatu yang terbaik bagi kebanyakan orang. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, dan tetap menjaga integritas moral. Jadi keputusan yang kita ambil niscaya akan mampu menguntungkan semua pihak.

 

Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Sebagai pemimpin pembelajaran saya akan mengambil sebuah keptusan yang mengutungkan semua pihak, Sebagai pemimpin pembelajaran saya akan berkomitmen untuk memberikan kontrubusi dalam proses pembelajaran murid. Oleh karena itu setiap keputusan yang saya ambil haruslah berdasarkan pada 3 prinsip, 4 paradigma, dan 9 langkah, sehingga keputusan yang saya ambil mampu berpihak pada murid, bertanggung jawab dan berdasarkan nilai-nilai Kebajikan universal. Ini akan mampu memperkuat karakter positif pada murid, saya harap dengan menerapkan hal tersebut pembelajaran akan holistik yang mengedepankan pada kepentingngan murid.

 

Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.

Education is the art of making man ethical.

Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Dari kutipan tersebut kita dapatkan sebuah hal penting dari tujuan dari pendidikan yakni merubah laku anak kearah yang lebih baik, sesuai dengan nilai nilai Kebajikan universal yang ada. Pendikan membuat manusia berprilaku etis yakni memiliki etika yang baik. Dalam Pendidikan kita harus mampu membuat keputusan yang beranggung jawab yang dilandasi etika didalamnya. Permasalahan permasalah yang muncul dalam proses Pendidikan haruslah kita selesaikan dengan menggunakan 3 prinsip, 4 paradima dan 9 langah pengambilan keputusan. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan didasarkan pada nilai-nilai Kebajikan, tentulah kita sebagai pendidik haruslah mampu menuntun karakter murid dalam berprilaku sesuai dengan etika, sesuai semboyan dari KHD yakni Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberikan teladan, Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun motivasi dan menciptakan suasana kondusif) dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan moral atau semangat). Seperti juga dikatakan oleh Plato didiklah anak-anak dengan musik, fisika, dan filasafat; tetapi yang terpenting didiklah mereka dengan nilai-nilai moral (etika).

 

Setelah saya mencoba memahami dua kalimat bijak tersebut, berikut ini adalah jawaban dari pertanyaan pemandu;

  1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
  • Jika dilihat dari filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap tugas kita sebagai pemimpin pembelajaran. Semboyan Pendidikan dari Ki Hajar Dewantara yakni : Ing Ngarsa Sung Taladha (Guru yang berada di depan menjadi panutan dan telada), Ing Madya Mangun Karsa (Guru berada di tengah-tengah muridnya untuk menjadi inspirator dan fasilitator) dan Tut Wuri Handayani (Dimana seorang guru berada di belakang untuk memotivasi murid agar terus melangkah ke depan). merupakan acuan bagi kita dalam membuat keputusan yang berpihak pada murid. Berdasarkan filosofi KHD  ini  kita  jadikan pedoman dalam pengambilan suatu keputusan yang bertanggung jawab. Sehingga nantinya setiap keputusan yang kita ambil akan berpihak pada murid, Bertanggung jawab, dan Berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal.

 

  1. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Sebagai calon guru pengerak kita memiliki nilai Berpihak pada murid, Mandiri, Reflektif,  inovatif, kolaboratif, nilai ini kita kuatkan sehingga nantinya dalam  mengambil sebuah keputusan dapat dipertangungjawabkan. Menguatkan milai-nilai ini akan membantu kita dalam menghadapi situasi  dilema etika atau bujukan moral.

  1. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Tujuan utama Coaching adalah memfasilitasi perubahan prilaku dan perubahan mindset seseorang dari seseorang sudah tahu menjadi tambah tahu (memaksimalkan potensi) dan coaching memfasiltasi ide-ide baru, dengan paragdima berpikir dari masa kini ke masa depan. Melalui keterampilan coaching ini kita mampu memberikan bimbingan dann tuntunan kepada orang lain dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab. Melalui kegiatan coaching yang diberikan oleh pendamping atau fasilitator sangat membantu dalam menguji apakah keputusan (solusi) yang telah kita ambil terkait dengan permasalahan (kasus) yang terjadi sudah efektif atau kurang efektif. Keterampilan coaching ini kita gunakan dalam pengujian 9 langkah dalam pengambilan keputusan, sehingga nantinya coachee mampu menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya dan mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab sesuai dengan nilai Kebajikan sebagai pemimpin. Hal ini dikarenakan  Paradigma Berpikir Coaching yakni Berfokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, Bersikap terbuka dan ingin tahu, Memiliki kesadaran diri yang kuat, dan Mampu melihat peluang baru dan masa depan

  

  1. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola kompetensi sosial dan emosional sangat perlu dimiliki dalam pengambilan keputusan. Meningkatkan kompetensi ini kita harus mampu mengembangkan 5 kompetensi sosial emosional (KSE)  kita yakni: kesadaran diri, keterampilan berelasi, manajemen diri dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Melalui pengguatan kompetensi ini kita akan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dilema etika dan bujukan moral. Dengan kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional maka guru tersebut akan berada pada keadaan mindfulness (kesadaran penuh) yaitu kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan

 

  1. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Ketika kita menemui studi kasus yang berhubungan dengan moral atau etika kita menyadari bahwasanya menyelesaikan suatu permasalahan tidak cukup menggunakan satu pendekatan saja, kita harus mampu menguji pendekatan yang kita gunakan menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan. Cara kita menguatkan 9 langkah pengambilan  dapat dilakukan dengan cara menguatkan nilai guru penggerak yakni Berpihak pada murid, Mandiri, Reflektif,  inovatif, dan kolaboratif. Kita akan semakin terasah jika kita menemukan kasus-kasus yang memiliki paradigma benar lawan benar. Pembahasan tentang kasus yang berhubungan dengan moral akan semakin mengasah kita memiliki sikap empati dan simpati, sehingga nanti keputusann yang kita ambil akan lebih bijak. 


  1. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan tepat jika mampu menguntungkan semua pihak, dan keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan positif, kondusif, aman dan nyaman, sehingga sebelum kita mengambil keputusan  kita harus mampu mengidentifikasi 3 prinsip, 4 Paradigma dan 9 langkah pengambilan keputusan.

  1. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan yang paling mendasar adalah berprilaku adil untuk semua pihak. Saat kita memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan dilema etika dan bujukan moral kita sadari setiap keputusan yang kita ambil harus mampu menguntungan semua pihak, ataupun baik untuk semua pihak.

  1. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Keputusan yang kita ambil harus berpihak pada murid. Berpihak pada murid memberikan kemerdekaan dalam murid untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan kodrat alam dan zamannya. Salah satu pertimbangan mendasar dalam pembelajaran berpihak pada murid adalah pembelajaran yang mampu mengakomodir kebutuhan belajar murid. Salah satu pendekatan yang mengakomodir kebutuhan belajar murid yakni pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran Berdiferensiasi memberikan kemerdekaan murid untuk belajar dan berproses sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan profil belajarnya.

 

  1. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Yang pertama yang dilakukan pemimpin pembelajaran adalah mampu mengidentifikasi permasalahan murid apakah dilema etika dan bujukan moral, selanjutnya mampu menganalisis permasalahan yang terjadi pada murid melalui 9 langkah pengambilan keputusan. Ketika kita tepat mengambil keputusan tentunya akan berdampak positif bagi para murid dimana meraka akan termotivasi untuk membuat hal yang positif sehingga kehidupan meraka akan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Sehingga di masa depan murid akan belajar menjadi mengambil keputusan dengan bijaksana, tidak tergesa-gesa dan melihat dari semua sudut pandang.

 

  1. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Dari belajar modul ini saya mendapatkan kesimpulan yakni sebagai seorang pemimpin dalam mengambil keputusan kita harus mampu menuntun murid menuju keselamatan dan kebahagiaan, salah satu cara kita menuntun murid adalah sesuai dengan filosofi Pendidikan KHD (Ing Ngarsa Sung Taladha; Guru yang berada di depan menjadi panutan dan telada, Ing Madya Mangun Karsa; Guru berada di tengah-tengah muridnya untuk menjadi inspirator dan fasilitator dan Tut Wuri Handayani; Dimana seorang guru berada di belakang untuk memotivasi murid agar terus melangkah ke depan. Kita juga harus mampu menguatkan nilai guru pengerak, sesuai dengan visi yang kita ingin capai. Acuan kita adalah disiplin positif dan nilai kebajikan universal yang ada. Selanjutnya agar pembelajaran berpihak pada murid maka pemberalajaran harus mengakomodir kebutuhan belajar murid, disinilah peran kita menguatkan kompetensi sosial emosional (KSE), dan keterampilan coaching membantu kita akan memaksimalkan potensi dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

 

  1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Situasi dilema etika terjadi karena kedua pilihan benar dan Situasi Bujukan Moral, terjadi karena seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Dalam pengambilan keputusan ada 4 paradima yakni Individu lawan kelompok (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) dan Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).  Dalam penyelesaian dilema etika dan bujukan moral, kita harus menggunakan 3 prinsip yakni; Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). langkah yang dapat kita lakukan dalam mengambil keputusan yakni Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, Pengujian benar atau salah, Pengujian Paradigma Benar lawan Benar, Melakukan Prinsip Resolusi. Investigasi Opsi Trilema, Buat Keputusan, Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

   

  1. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelumnya saya pernah mengambil keputusan dalam situasi moral dilema, namun saya ragu terhadap keputusan yang saya ambil apakah sudah sesuai aturan atau tidak. Pastilah keputusan yang saya ambil sesuai regulasi yang ada dan tidak merugikan orang lain. Melalui saya mempelajari modul ini saya pahami uji benar vs benar.  Setelah saya mempelajari 9 langkah dalam pengambilan keputusan ini, saya semakin mantap dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

  1. Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak yang terjadi pada saya adalah saya mulai mampu mengidentifikasi suatu permasalahan yang ada apakah termasuk delima etika atau bujukan moral. Saya mulai paham cara mengambil sebuah keputusan melalui 3 prinsip, 4 paradigma dan 9 langkah pengambilan keputusan, sehingga nantinya setiap keputusan yang saya ambil akan berpihak pada murid.

  1. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Topik Modul 3.1.Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin  ini sangat penting bagi saya dikarenakan dengan memahami modul ini akan mampu menghantarkan saya menjadi seorang pemimpin pembelajaran.  Seorang pemimpin pembelajaran mampu mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab, bernilai kebajikan dan mampu mengimplementasikan 4 paradigma, 3 prinsip penyelesaian dilema 9 langkah pengambilan keputusan,serta tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu: Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends- Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir dan Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking)

Rabu, 26 Juni 2024

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1. Filosofi Pendidikan Menurut Ki hajar Dewantara



 Artikel 

 Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Oleh : I Nyoman Supariarta, S.Pd

CGP Angkatan 11


 A.  Refleksi Diri dalam Proses Pembelajaran Yang Selumnya dilakukan

          Sebelum saya mempelajari modul 1.1. Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara.  Saya memiliki kepercayaan siswa yang tergolong pintar adalah siswa yang memiliki nilai ulangan bagus, pintar dalam berbicara, rajin dikelas, dan mendapatakan prestasi gemilang, saya juga sebelumnya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan di kelas sudah bagus sudah sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tanpa perlu mendengarkan apa yang dialami siswa saat pembelajaran, dan saat siswa mendapatkan nilai yang jelek saya menjadi kecewa terhadap pembelajaran yang saya lakukan, mengapa siswa mendapatkan nilai jelek padahal saya yakni pembelajaran yang saya berikan sudah banyak?. Dalam pembelajaran yang saya lakukan juga saya menyadari banyak siswa yang kurang aktif dalam belajar, ada yang main hp dan cenderung kurang focus dan pasif, saya mengira hal tersebut dikarenakan mereka jenuh terhadap pembelajaran yang saya berikan atau kurangnya saya memotivasi mereka. Saya juga tidak pernah menanyakan kepada siswa apa minat bakat dari siswa sebelum Pelajaran berlangsung, karena saya menganggap bahwa minat dan bakat itu diasah dalam pembelajaran ektrakulikuler dan ko-kulikuler.

            Saya juga mengira bahwa cara yang ampuh dari meningkatkan hasil belajar siswa adalah remidial walaupun saya sadari siswa saat remidialpun nilainya kecil. Jika siswa tidak mengumpulkan tugas yang saya berikan cenderung saya marah dan menghukum siswa tanpa saya menanyakan apa permasalahan siswa mengapa tidak mengumpulkan tugas yang saya berikan. Saya juga cenderung membebani siswa dengan tugas yang banyak tanpa saya menyadari apakah tugas yang saya berikan akan bermanfaat bagi siswa kelak. Saya juga terpaku terhadap materi ajar yang saya berikan harus habis tanpa saya meminta siswa merefleksi pembelajaran yang saya lakukan. Dalam pembelajaran yang saya lakukan saya juga menyadari bahwasanya siswa akan bisa Pelajaran saya jika nilai ulangan bagus, pandai dalam memahami materi. Saya juga meyakini bahwa anak/murid itu bagaikan kertas putih yang kosong dan kita sebagai orang dewasa mampu menulis sesuai keinginan kita, saya sangat meyakini maka dalam prosesnya saya cenderung memberikan banyak materi kepada siswa agar mereka banyak mendapatkan pengetahuan ternyata hal tersebut tidaklah sesuai dengan kebutuhan murid.

 B.  Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara 

        Setelah saya mempelajari Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Saya menyadari pendidikan merupakan tuntuntan  terjadap segala kodrat anak agar mencapai keselamatan, kebahagiaan yang setinggi-tingginya  sebagai seorang manusia maupun anggota masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa. Sebagai seorang pendidik kita hanya mampu menuntun tubuh atau hidupnya kodrat anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya).  Ki Hajar Dewantara Mengibaratkan  Pendidik seperti seorang petani dan anak anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani di lahan yang telah disediakan.  Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Anak hidup dalam kodrat alam dan zamannya. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama. Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Dalam menghadapi dan mengadopsi perubahan perubahan yang terjadi, KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, jangan hanya meniru, selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Kekuatan sosio-kultural menurut KHD menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar. KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Dari sini saya memiliki kesadaran bahwasanya kita sebagai pendidik haruslah memperhatikan kodrat yang ada di anak, kita hurus menyesuaikan kebutuhan belajar dari anak.

 C. Perubahan Prilaku setelah mempelajari Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara 

Strategi yang harus ditempuh sebagai seorang pendidik  yakni pendidikan yang berpihak pada murid sesuai kontek diri murid dan sosial budaya daerah asal. Dengan mengkontektualkan Budaya Daerah dengan Pendidikan yang dilakukan disekolah akan mengkuatkan karakter murid. Contoh kecil yang bisa kita lakukan sebagai pendidik yakni mengintegrasikan pemahaman Ki Hajar Dewantara (KHD)  dengan kearipan budaya bali Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan konsep budaya adiluhung dari budaya bali yang terdiri dari Parahyangan (Hubungan Manusia dan tuhan), Palemahan (Hubungan Manusia dan Lingkungan), Pawongan (Hubungan Manusia dan manusia).  Dengan Mengadopsi nilai luhur Tri Hita Karana dengan filosofi Pendidikan dari KHD akan tercipta kelas dan sekolah yang harmonis, dan sesuai dengan profil belajar Pancasila. Dengan mengadopsi dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota Masyarakat. Akan “menebalkan”kekuatan kodrat anak yang sesuai dengan Kodrat alam dan kodrat zaman. KHD menegaskan  bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Yang mampu juga saya terapkan di kelas saya yakni saya harus menyadari murid saya memiliki kelebihan masing-masing dan murid itu adalah individu yang unik dan mereka memiliki bakat, potensi, dan karakter masing masing. Dengan saya memahami hal demikian saya mampu menuntun kodrat murid itu disesuaikan dengan kodrat alam dan zamannya. Selanjutnya dalam proses pembelajran yang saya berikan haruslah sesuai dengan ciri khas dari murid sehingga mereka mampu mengidentifikasi dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya. Selain itu yang saya juga harus lakukan yakni saya melakukan refleksi setiap selesai saya mengajar, mengembangkan budaya positif dikelas dan membuat kesepakatan kelas sebagai awal dari proses memperbaiki diri dan memerdekan belajar. Hal ini yang dikatakan oleh Ki hajar Dewantara sebagai Pembelajaran yang berpihak terhadap murid. Hal yang juga harus saya lakukan adalah menerapkan semboyan Pendidikan yang diberikan oleh Ki hajar dewantara sebagai suri pamong dalam proses belajar di sekolah sehingga akan tercipta generasi emas demi Indonesia yang lebih maju. ( Supariarta).

Vidio. Refleksi Kritis Pemikiran Ki Hajar Dewantara