Blogroll

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 01 November 2015

CONTOH POWER POIN ARTIKEL







CONTOH ARTIKEL KELOMPOK 4 " TAMBORA POMPEII DARI TIMUR



GUNUNG TAMBORA “POMPEII DARI TIMUR”

OLEH KELOMPOK:

- M. Zulfar Rusdi
- Nabilla Putri Pratama
- Naffisa Nur Zahra F.
- Syafira Putri Hasan



Gunung Tambora (Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau SumbawaIndonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut) dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara astronomis, gunung tambora berada di 8°15' LS dan 118° BT. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya.
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui. Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150 tahun. Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik. Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). 
Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas selanjutnya terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Sekitar tahun 1880 ± 30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamfford Raffles menceritakan tentang letusan Gunung Tambora dalam memoarnya The History of Java. Raffles menulis ledakan tersebut sempat disangka meriam yang menyerang pasukan di Yogyakarta. Pada 6 April, sinar matahari tertutup dan ‘hujan abu’ dalam jumlah kecil pun mulai menyelimuti Sulawesi dan Gresik di Jawa Timur. Catatan tentang letusan Gunung Tambora juga tercantum pada naskah kuno Kerajaan Bima, Bo Sangaji Kai.
Berdasarkan laporan Letnan Owen Philips, selaku utusan Raffles, Raja Sanggar masih hidup dan menjadi saksi peristiwa tersebut. “Sekitar pukul 7 malam tanggal 10 April terlihat tiga bola api besar keluar dari Gunung Tomboro. Kemudian tiga bola api itu bergabung di udara dalam satu ledakan dahsyat” demikian keterangan Raja Sanggar.
Catatan berbagai saksi mata dan hasil analisis para ahli semakin menegaskan bahwa letusan Gunung Tambora pada 1815 merupakan yang terbesar dalam catatan sejarah modern. Material vulkanis yang dikeluarkan saat Gunung Tambora meletus mencapai lebih dari 100 km kubik atau 100 milliar meter kubik, sedangkan Gunung Merapi 'hanya' memuntahkan 150 juta meter kubik.
Dampaknya sangat luas. Aerosol sulfat yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari ke bumi. Setahun kemudian, gelap masih menyelimuti Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai 'Tahun tanpa musim panas'.
Dampak dari meletusnya gunung Tambora menyebabkan ketinggian menyusut hampir separuhnya menjadi 2.700 meter dari permukaan laut (mdpl). Angka korban yang ditimbulkan akibat letusan gunung Tambora diperkirakan lebih dari 70.000 orang tewas akibat letusan gunung Tambora. Selama bulan April 1815, gunung Tambora tak henti-hentinya beraktivitas. Akibat kenaikan aktivitas tersebut berbagai macam bencana timbul. Salah satunya adalah terjadinya gelombang tsunami di sejumlah daerah pesisir di Indonesia. Tanggal 10 April 1815 gelombang tsunami setinggi 4 m terjadi di daerah Sanggar sekitar jam 10 malam. Tsunami setinggi 2 meter juga terjadi di daerah Situbondo, Jawa Timur. Tsunami lainnya juga terjadi di Maluku dengan ketinggian gelombang mencapai 2 meter. Akibat dari letusan gunung Tambora ini juga bisa dirasakan di daerah timur laut Amerika Serikat.
Pada tahun 1816 muncul kabut kering yang mengurangi cahaya matahari disana sehingga suasana menjadi lebih gelap dari biasanya Satu tahun setelah letusan yakni tahun 1816 terjadi. Letusan gunung tambora menyebabkan perubahan iklim dunia yang cukup drastis yang mengakibatkan gagal panen di berbagai belahan dunia. Tidak cuma di Indonesia saja. Di Eropa dan juga Amerika Utara efek ini juga bisa dirasakan. Disebut-sebut sebagai tahun terdingin nomor dua di belaham Bumi utara sejak tahun 1400 masehi akibat letusan gunung Huaynaputina di Peru tahun 1600. Di beberapa daerah di Eropa juga terjadi badai salju yang cukup deras.