Artikel
Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Oleh : I Nyoman Supariarta, S.Pd
CGP Angkatan 11
A. Refleksi Diri dalam Proses Pembelajaran Yang Selumnya dilakukan
Sebelum saya mempelajari modul 1.1. Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Saya memiliki kepercayaan siswa yang tergolong pintar adalah siswa yang memiliki nilai ulangan bagus, pintar dalam berbicara, rajin dikelas, dan mendapatakan prestasi gemilang, saya juga sebelumnya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan di kelas sudah bagus sudah sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tanpa perlu mendengarkan apa yang dialami siswa saat pembelajaran, dan saat siswa mendapatkan nilai yang jelek saya menjadi kecewa terhadap pembelajaran yang saya lakukan, mengapa siswa mendapatkan nilai jelek padahal saya yakni pembelajaran yang saya berikan sudah banyak?. Dalam pembelajaran yang saya lakukan juga saya menyadari banyak siswa yang kurang aktif dalam belajar, ada yang main hp dan cenderung kurang focus dan pasif, saya mengira hal tersebut dikarenakan mereka jenuh terhadap pembelajaran yang saya berikan atau kurangnya saya memotivasi mereka. Saya juga tidak pernah menanyakan kepada siswa apa minat bakat dari siswa sebelum Pelajaran berlangsung, karena saya menganggap bahwa minat dan bakat itu diasah dalam pembelajaran ektrakulikuler dan ko-kulikuler.
Saya juga mengira bahwa cara yang ampuh dari meningkatkan hasil belajar siswa adalah remidial walaupun saya sadari siswa saat remidialpun nilainya kecil. Jika siswa tidak mengumpulkan tugas yang saya berikan cenderung saya marah dan menghukum siswa tanpa saya menanyakan apa permasalahan siswa mengapa tidak mengumpulkan tugas yang saya berikan. Saya juga cenderung membebani siswa dengan tugas yang banyak tanpa saya menyadari apakah tugas yang saya berikan akan bermanfaat bagi siswa kelak. Saya juga terpaku terhadap materi ajar yang saya berikan harus habis tanpa saya meminta siswa merefleksi pembelajaran yang saya lakukan. Dalam pembelajaran yang saya lakukan saya juga menyadari bahwasanya siswa akan bisa Pelajaran saya jika nilai ulangan bagus, pandai dalam memahami materi. Saya juga meyakini bahwa anak/murid itu bagaikan kertas putih yang kosong dan kita sebagai orang dewasa mampu menulis sesuai keinginan kita, saya sangat meyakini maka dalam prosesnya saya cenderung memberikan banyak materi kepada siswa agar mereka banyak mendapatkan pengetahuan ternyata hal tersebut tidaklah sesuai dengan kebutuhan murid.
Setelah saya mempelajari Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Saya menyadari pendidikan merupakan tuntuntan terjadap segala kodrat anak agar mencapai keselamatan, kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia maupun anggota masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa. Sebagai seorang pendidik kita hanya mampu menuntun tubuh atau hidupnya kodrat anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya). Ki Hajar Dewantara Mengibaratkan Pendidik seperti seorang petani dan anak anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Anak hidup dalam kodrat alam dan zamannya. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama. Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Dalam menghadapi dan mengadopsi perubahan perubahan yang terjadi, KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, jangan hanya meniru, selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Kekuatan sosio-kultural menurut KHD menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar. KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Dari sini saya memiliki kesadaran bahwasanya kita sebagai pendidik haruslah memperhatikan kodrat yang ada di anak, kita hurus menyesuaikan kebutuhan belajar dari anak.
Strategi yang harus ditempuh
sebagai seorang pendidik yakni pendidikan yang berpihak pada murid sesuai kontek diri murid dan sosial budaya daerah asal.
Dengan mengkontektualkan
Budaya Daerah dengan Pendidikan yang dilakukan disekolah akan mengkuatkan karakter
murid. Contoh kecil yang bisa kita lakukan sebagai pendidik yakni
mengintegrasikan pemahaman Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan kearipan budaya bali Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana merupakan konsep budaya adiluhung dari budaya bali yang terdiri
dari Parahyangan (Hubungan Manusia dan tuhan), Palemahan (Hubungan Manusia dan
Lingkungan), Pawongan (Hubungan Manusia dan manusia). Dengan Mengadopsi nilai luhur Tri Hita Karana
dengan filosofi Pendidikan dari KHD akan tercipta kelas dan sekolah yang
harmonis, dan sesuai dengan profil belajar Pancasila. Dengan mengadopsi dengan
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan
karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota Masyarakat. Akan
“menebalkan”kekuatan kodrat anak yang sesuai dengan Kodrat alam dan kodrat
zaman. KHD menegaskan bahwa didiklah
anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Yang
mampu juga saya terapkan di kelas saya yakni saya harus menyadari murid saya
memiliki kelebihan masing-masing dan murid itu adalah individu yang unik dan
mereka memiliki bakat, potensi, dan karakter masing masing. Dengan saya
memahami hal demikian saya mampu menuntun kodrat murid itu disesuaikan dengan
kodrat alam dan zamannya. Selanjutnya dalam proses pembelajran yang saya
berikan haruslah sesuai dengan ciri khas dari murid sehingga mereka mampu
mengidentifikasi dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya. Selain itu yang saya
juga harus lakukan yakni saya melakukan refleksi setiap selesai saya mengajar,
mengembangkan budaya positif dikelas dan membuat kesepakatan kelas sebagai awal
dari proses memperbaiki diri dan memerdekan belajar. Hal ini yang dikatakan
oleh Ki hajar Dewantara sebagai Pembelajaran yang berpihak terhadap murid. Hal
yang juga harus saya lakukan adalah menerapkan semboyan Pendidikan yang
diberikan oleh Ki hajar dewantara sebagai suri pamong dalam proses belajar di
sekolah sehingga akan tercipta generasi emas demi Indonesia yang lebih maju. ( Supariarta).