PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GI (GROUP INVESTIGASION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRISTIS MELALUI SPASIAL ISU (SPATIAL ISSU) DI KELAS X IPS 2 SMA NEGERI 8 MALANG
Oleh:
1) I Nyoman Supariarta; 2) Purwanto
Prodi Pendidikan Profesi Guru Pasca Sm-3T, Jurusan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang
Email: supariartanyoman@gmail.com, purwanto.fis@um.ac.id
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan model
pembelajaran Group Investigation
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui spasial isu di Kelas X
IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Jenis penelitian yaitu penelitian tindakan kelas
dengan subjek penelitian siswa kelas X IPS 2. Instrumen dalam penelitian ini
berupa tes kemampuan berpikir kritis yang diberikan diakhir siklus
pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran
GI dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui isu spasial di
lingkungannya.
Kata
Kunci: Pengunaan
model Group Investigation, Kemampuan
berpikir Kritis, Spasial Isu
Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikan dinegarannya
sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003, sisdiknas Pasal 4 yaitu Pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mengwujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Perkembangan teknologi dan informasi semakin
berkembang pesat harus dibarengi oleh Kesiapan yang mesti dimiliki bangsa
adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing, unggul dan mampu
menghadapi tantangan kehidupan bangsa yang semakin komplek dan kompetitif.
Guru Geografi sebagai pendidik yang
profesional haruslah mampu meningkatkan kompentensi anak didiknya, sehingga
tercipta sumber daya manusia yang baik.
Profesionalisme
guru dapat dilihat dari kompetensi yang dimilikinya. Menurut Sumarmi (2012)
kompetensi guru merupakan bentuk integrasi dari berbagai pengetahuan dan
keterampilan yang terurai menjadi empat komponen, yaitu (1) kompetensi
pedagogis, (2) Kompetensi Profesional, (3) Kompetensi sosial, dan (4)
kompetensi kepribadian. Keempat kompetensi ini gunakan oleh guru untuk
membangun kompetensi anak didiknya.
Menurut Sumarmi (2015) pendidik geografi
harus membangun kompetensi peserta didiknya supaya mempunyai prilaku: jujur,
disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong,
kerjasama, cinta damai, responsif, proaktif, inovatif dan produktif. Kesemua
prilaku ini memberikan solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi dalam pergaulan dunia di era global.
Permasalahan dalam pendidikan dan
pengajaran merupakan hambatan bagi guru untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini
terjadi di pada pembelajaran geografi di kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Hal
ini dibuktikan dengan hasil tes ulangan harian kelas X IPS 2 dari 26 siswa di
kelas ini 7 % diantaranya memiliki nilai ulangan harian geografi diatas atau
sama dengan standar KKM (Kreteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan yakni
nilai 80 penyebab kemampuan berpikir kritis dari siswa memecahkan permasalahan
yang masih lemah. Dengan pemberian kuis sub materi pokok mengenal bumi pada
tanggal 4 September 2015 disimpulkan kemampuan berpikir kritis dari 26 siswa
dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan adalah 19%. Melihat kenyataan
ini perlu adanya peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara
kritis.
Kemampuan berpikir kritis adalah
kemampuan siswa merespon masalah di sekitar mereka, menganalisis dan menyimpulkannya
dengan menggunakan indikator menganalisis permasalahan, mengidentifikasi
argument maupun informasi, memfokuskan permasalahan, menentukan dan menuliskan
solusi dari permasalahan, menentukan kesimpulan dari solusi yang diperoleh,
seta menentukan arternatif lain dalam menyelesaikannya.
Menurut John Dewey mengartikan berpikir
kritis dengan istilah “berpikir reflektif” yakni “pertimbangan yang aktif,
persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk
pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang
mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan menjadi kecendrungannya” (Dewey,
1909 dalam Fisher, 2007:2).
Indikator yang dapat dipakai untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (dalam Mutmainah, 2013) dapat
dikelompokan dalam empat besar aktivitas sebagai berikut;1) memberi penjelasan
sederhana;2) kemampuan memberikan penjelasan lanjut; 3) keterampilan menentukan
solusi; 4) menuliskan solusi pemasalahan; dan 5) keterampilan menyimpulkan dan
menevaluasi. Kemampuan berpikir kritis siswa diperlukan untuk memecahkan
permasalahan spasial issu atau isu
keruangan yang ada disekitar siswa.
Pembelajaran Kooperatif GI adalah
membelajaran yang diarancang agar siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan
masalah dan mengembangkan keterampilan meneliti. Ide model
pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis
terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan
atau teman. Menurut John Dewey dalam (Arends, 1998; Santiasa, 2007) bahwa kelas
seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar tentang kehidupan nyata. Ditambahkan oleh Dewey (dalam Santiasa, 2007) bahwasanya
yang utama tentang pendidikan adalah: (1)
siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari
motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap;
(4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5)
pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan
saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting;
(6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Pada penerapan kooperatif GI setiap
kelompok diberi tanggung jawab untuk memilih topik yang diamati, membagi
tugas-tugas menjadi subtopik-subtopik serta menentukan metode untuk
melaksanakan penelitian terhadap subtopik-subtopik tersebut (Susanto, 2009). Hasil penelitian Lazarowitz dan Karsenty, 1990 (dalam
Istikomah, 2010) menunjukkan bahwa model pembelajaran group investigation mampu meningkatkan hasil belajar dan prestasi
akademik. Model ini memberikan keleluasaan siswa memanfaatkan berbagai
sumber belajar yang ada, sehingga siswa mampu memecahkan masalah secara real
didunia nyata.
Pembelajaran GI cocok digunakan dengan
penerapan kurikulum 2013 dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
melalui spasial issu karena pembelajaran
GI ditekankan pada 5 hal pokok yakni;
(1) pengorganisasian kelompok dan pengidentifikasian topik, (2) perencanaan
kelompok, (3) pelaksanaan investigasi, (4) penganalisaan hasil dan
mempersiapkan laporan, dan (5) penyajian laporan.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
tindakan kelas (PTK). PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus
terdiri dari empat tahapan yaitu 1) plan
(perencanaan), 2) arc (pelasanaan) 3)
observe (observasi), dan 4) reflect (refleksi).
Sumber data dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Data yang diambil dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir kritis siswa melalui spatial issu pada mata pelajaran geografi. Data diperoleh dari
hasil tes kemampuan berpikir kritis dan angket respon aktivitas pembelajaran Group Investigation (GI) yang diberikan tiap
akhir siklus. Penentuan kreteria pada hasil angket respon terhadap pelaksanaan
model GI berdasarkan skala Likert dengan kualifikasi dapat dilihat pada tabel
1.1 Kualifikasi Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran GI
Analisis data dalam PTK
digunakan untuk memperoleh kepastian terjadi perbaikan dan peningkatan dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran GI. Dalam penelitian
ini, ketuntasan klasikal atau daya serap klasikal yang harus dicapai pada hasil
tes kemampuan berpikir kritis adalah 60% dari keseluruhan siswa kelas X IPS 2
dengan nilai rata-rata KKM yakni 80. Apabila hasil tes kemampuan berpikir
kritis siswa telah memenuhi standar ketercapaian yang telah ditentukan, maka
dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan telah berhasil.
Tabel 1.1. Kualifikasi Angket Respon
Siswa Terhadap Pembelajaran GI
Skor (%) |
Kreteria |
0%-20% 21%-40% 41%-60% 61%-80% 81%-100% |
Sangat rendah Rendah Cukup Baik Sangat Baik |
Sumber: Ridwan,
2009 dalam Mutmainah, 2013.
Alat yang digunakan untuk
melihat adanya peningkatan adalah tabel dan grapik yang diperoleh dari data
hasil belajar siswa pada siklus I dan II. Apabila hasil belajar mengalami
peningkatan, maka dapat dikatakan bahwa pemberian tindakan berasil dan
pemberian tindakan tersebut dapat diberhentikan dengan kata lain model
pembelajaran GI mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS
2 SMA Negeri 8 Malang.
Keterangan:
P: Presentase
tingkat kemampuan berpikir kritis
F: Jumlah
nilai kemampuan berikir kritis siswa
N: Jumlah nilai ideal kemampuan berpikir kritis
Sumber: Arikunto, 2002 dalam Mutmainah, 2013.
Sebagai pedoman dalam
mengambil kesimpulan dari hasil analisis data dengan menggunakan persentase (%)
yang dapat dilihat pada tabel 1.2. Kreteria Persentase Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa
Tabel
1.2 Kreteria Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
No |
Presentase |
Klasifikasi |
1 |
92%-100% |
Baik sekali |
2 |
75%-91% |
Baik |
3 |
50%-74% |
Cukup Baik |
4 |
25%-49% |
Kurang baik |
5 |
0%-24% |
Tidak baik |
Sumber:
Arikunto, 2002 dalam Mutmainah, 2013.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian
pada pelaksanaan pembelajaran model GI, terjadi peningkatan dari pra siklus ke
siklus I dan siklus II setelah diadakan tindakan. Berdasarkan hasil tes kemampuan
berpikir kritis dan angket respon aktivitas pembelajaran GI yang dapat dilihat
pada tabel 1.4. Rata-rata hasil
tes kemampuan berpikir kritis
Tabel 1.4
Rata-Rata Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tindakan |
Rata-rata Hasil Belajar Siswa |
Daya serap klasikal |
Pra Siklus |
65 |
19, 0% |
Siklus I |
76 |
46, 19% |
Siklus II |
83 |
65, 38% |
Berdasarkan tabel 1.4. Rata-rata hasil
tes kemampuan berpikir kritis dari pra siklus atau sebelum siklus dilakukan
tindakan sampai dengan siklus II dengan menggunakan model pembelajaran GI
mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada gambar 1.1. Grafik Peningkatan
Rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis.
Gambar 1.1 Grafik
Peningkatan Rata-rata Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan grafik 1.1 tampak bahwa
nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8
Malang mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II.
Rata-rata tes kemampuan berpikir kritis dari pra siklus ke siklus I mengalami
kenaikan sebesar 27, 19 % dari rata-rata nilai 65 menjadi 76. Sedangkan
rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis dari siklus I ke siklus II juga
mengalami peningkatan sebesar 19, 19 %, dari rata-rata nilai 76 menjadi 83.
Kenaikan rata-rata pada tes kemampuan
berpikir kritis beserta daya serap klasikal tersebut diikuti dengan kenaikan
aktivitas siswa pada model pembelajaran GI yang dapat diketahui dari angket
respon yang diberikan pada setiap akhir siklus berasamaan dengan tes kemampuan
berpikir kritis. Adapun rekapitulasi hasil angket respon siswa tercantum pada
lampiran 20 dan 34. Tabel prosentase aktivitas siswa pada setiap tahapan model
pembelajaran GI dapat dilihat pada tabel 1.5. Prosentase aktivitas siswa pada
model pembelajaran Group Investigation
(GI)
Tabel 1.5.
Prosentase Aktivitas Siswa pada Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Tindakan |
Tahap I Mengidentifikasi topik |
Tahap 2 Melakukan perencanaan |
Tahap 3 Melakukan Investigasi |
Tahap 4 Membuat laporan |
Tahap 5 Melakukan Presentasi |
Tahap 6 Evalusi |
Rata-rata |
Pra siklus |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
Siklus I |
77 |
74 |
73 |
68 |
68 |
79 |
73 |
Siklus II |
77 |
87 |
84 |
88 |
79 |
87 |
84 |
Untuk lebih jelasnya berikut disajikan
grafik peningkatan rata-rata prosentase aktivitas siswa pada model pembelajaran
GI dari siklus I hingga siklus II yang dapat dilihat pada grafik 1.2
Peningkatan Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Model Pembelajaran GI
Berdasarkan tabel 1.5 dan grafik 1.2 tampak bahwa prosentase aktivitas siswa pada
model pembelajaran GI meningkat dari siklus I sebesar 73 ke siklus II menjadi
84, berdasarkan tabel dan grafik tersebut dapat dilihat peningkatan sebesar 11
% dari siklus I dan siklus II. Sedangkan menurut atuaran skala Liktert,
katogori rata-rata prosentase aktivitas siswa pada siklus I adalah “cukup baik”
dan pada siklus II meningkat menjadi “baik”. Hal tersebut mempengaruhi
ketuntasan belajar dan juga daya serap klasikal siswa pada tes kemampuan
berpikir kritis.
Gambar 4.5. Grafik Peningkatan Rata-rata Aktivitas
Siswa Pada Model Pembelajaran GI
Penggunaan model
pembelajaran Group Investigation (GI)
di kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang pada siklus I dan II mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran GI merupakan
pembelajaran autentik membawa siswa memahami dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan didunia nyata. Sesuatu yang mendukung hal tersebut
yakni dengan melakukan investigasi terhadap fenomena-fenomena alam, Marino et
al (2004) dalam Sumarmi (2012). Model pembelajaran GI tepat diterapkan dalam
pemecahan masalah geografi secara spatial
issu (Isu Keruangan),
Dari pengkajian isu-isu keruangan yang
diangkat anak didik telah berpikir secara kritis memecahkan permasalahan yang
ada melalui tahapan GI. Hal ini terlihat dari hasil peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa pada siklus I sampai siklus II.
Hal ini sejalan dengan teori velajar
konstruktivisme kognitif Piaget dan teori sosiokulturalisme Vygotiky, yang
melandasi lahirnya model pembelajaran GI. Menurut Piaget pengetahuan merupakan
hasil kontruksi pikiran manusia dari elemen-elemen informasi, perasaan, dan
pengalaman, bukan dari sesuatu yang ada didunia luar (Sharan and Sharan, 1992
dalam Mutmainah, 2013).
KESIMPULAN
Penerapan model pembelajaran
Group Investigation mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang
pada materi pembelajaran “Hubungan
Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer”. Hal ini dilihat dari
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 dari pra siklus,
siklus I, hingga siklus II. Rata-rata tes kemampuan berpikir kritis dari pra
siklus ke siklus I mengalami kenaikan sebesar 27, 19 % dari rata-rata nilai 65
menjadi 75. Sedangkan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis dari siklus
I ke siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 19, 19 %, dari rata-rata
nilai 75 menjadi 83. Peningkatan tersebut terjadi
seiring dengan adanya peningkatan prosentase aktivitas siswa pada model
pembelajaran GI meningkat dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan
sebesar 11 % dari siklus I dan siklus II.
SARAN
Guru Geografi hendaknya
mulai mencoba menerapkan model pembelajaran GI dalam proses pembelajaran,
karena model tersebut mampu melatih siswa untuk berpikir kritis. Pada
pelaksanaannya harus selektif dalam memosisikan siswa dalam kelompok agar tepat
dalam pembentukan kelompok investigasi. Hal tersebut mempengaruhi kinerja
kelompok. Selain itu juga dalam proses kerja kelompok perlu adanya perhatian
yang lebih, untuk melihat apakah siswa dalam kelompok bekerja sama dengan baik atau
hanya didominasi oleh siswa tertentu dan disarankan untuk peneliti selanjutnya
yang melakukan penelitian dengan model pembelajaran GI agar memperhatikan
dengan cermat pengelolaan waktu pelaksanaan penelitian untuk memperoleh hasil
yang maksimal
DAFTAR
PUSTAKA
Fisher,
Alec.2007.Berpikir Kritis Sebuah
Pengantar. Jakarta: Erlangga
Ismaniati,
Cristina, tt. Peningkatan Pemahaman dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa
melalui Implementasi Strategi Pembelajaran Group Investigation.(Online)
terdapat di http://staff.uny.ac.id/sites/default/file/penelitian/Dr.-20Chiristina
20Christina-20Ismaniati,-20M.Pd./Peningkatan-20pemahaman-20 Keterampilan-20berpikir-20kritis.pdf).diakses 9 November
2015.
Istikomah,
dkk. 2010. Penggunaan
Model Pembelajaran Group Investigation Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa.
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Volume 1 No 6 Tahun 2010 Halaman 40-43 ISSN:
1693-1246 Univesitas Negeri Surabaya diterbitkan pada januari 2010
Mutmainah,
Ana. 2013. Penerapan model pembelajaran
Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI
IPS 2 SMA Negeri 5 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Pendidikan Geografi FIS Universitas Negeri Malang
Santyasa, I W. 2007. Model-Model
Pembelajaran Inovatif. Makalah.
Dalam: pelatihan tentang Penelitian
Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida pada tanggal 29 Juni -
1 Juli 2007
Sumarmi,
2015. Penguatan Teori “Trikon”untuk
Meningkatkan Kompetensi Pendidik Geografi di era MEA disampaikan dalam
seminar nasional dengan tema: Pemantapan Profesionalisme Guru di Era MEA.
Surmami,
2012. Model-model Pembelajaran Geografi.Yogyakarta:
Aditya media Publisser ISBN 987-602-9461-41-1.
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Online), (http://kemindikbud.go.id)
diakses tanggal 11 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar