Blogroll

Senin, 12 Oktober 2020

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRISTIS MELALUI SPATIAL ISSU DI KELAS X IPS 2 SMA NEGERI 8 MALANG

 


PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GI (GROUP INVESTIGASION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRISTIS MELALUI SPASIAL ISU (SPATIAL ISSU) DI KELAS X IPS 2 SMA NEGERI 8 MALANG

 

Oleh:

1) I Nyoman Supariarta; 2) Purwanto

Prodi Pendidikan Profesi Guru Pasca Sm-3T, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang 5 Malang

Email: supariartanyoman@gmail.com, purwanto.fis@um.ac.id

 

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Group Investigation terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui spasial isu di Kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Jenis penelitian yaitu penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian siswa kelas X IPS 2. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes kemampuan berpikir kritis yang diberikan diakhir siklus pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran GI dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui isu spasial di lingkungannya.

 

Kata Kunci: Pengunaan model Group Investigation, Kemampuan berpikir Kritis, Spasial Isu

 

Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikan dinegarannya sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003, sisdiknas Pasal 4 yaitu Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perkembangan teknologi dan informasi semakin berkembang pesat harus dibarengi oleh Kesiapan yang mesti dimiliki bangsa adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing, unggul dan mampu menghadapi tantangan kehidupan bangsa yang semakin komplek dan kompetitif.

Guru Geografi sebagai pendidik yang profesional haruslah mampu meningkatkan kompentensi anak didiknya, sehingga tercipta sumber daya manusia yang baik. Profesionalisme guru dapat dilihat dari kompetensi yang dimilikinya. Menurut Sumarmi (2012) kompetensi guru merupakan bentuk integrasi dari berbagai pengetahuan dan keterampilan yang terurai menjadi empat komponen, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2) Kompetensi Profesional, (3) Kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Keempat kompetensi ini gunakan oleh guru untuk membangun kompetensi anak didiknya.

Menurut Sumarmi (2015) pendidik geografi harus membangun kompetensi peserta didiknya supaya mempunyai prilaku: jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif, proaktif, inovatif dan produktif. Kesemua prilaku ini memberikan solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi dalam pergaulan dunia di era global.

Permasalahan dalam pendidikan dan pengajaran merupakan hambatan bagi guru untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini terjadi di pada pembelajaran geografi di kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes ulangan harian kelas X IPS 2 dari 26 siswa di kelas ini 7 % diantaranya memiliki nilai ulangan harian geografi diatas atau sama dengan standar KKM (Kreteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan yakni nilai 80 penyebab kemampuan berpikir kritis dari siswa memecahkan permasalahan yang masih lemah. Dengan pemberian kuis sub materi pokok mengenal bumi pada tanggal 4 September 2015 disimpulkan kemampuan berpikir kritis dari 26 siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan adalah 19%. Melihat kenyataan ini perlu adanya peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara kritis.

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa merespon masalah di sekitar mereka, menganalisis dan menyimpulkannya dengan menggunakan indikator menganalisis permasalahan, mengidentifikasi argument maupun informasi, memfokuskan permasalahan, menentukan dan menuliskan solusi dari permasalahan, menentukan kesimpulan dari solusi yang diperoleh, seta menentukan arternatif lain dalam menyelesaikannya.

Menurut John Dewey mengartikan berpikir kritis dengan istilah “berpikir reflektif” yakni “pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan menjadi kecendrungannya” (Dewey, 1909 dalam Fisher, 2007:2).

Indikator yang dapat dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (dalam Mutmainah, 2013) dapat dikelompokan dalam empat besar aktivitas sebagai berikut;1) memberi penjelasan sederhana;2) kemampuan memberikan penjelasan lanjut; 3) keterampilan menentukan solusi; 4) menuliskan solusi pemasalahan; dan 5) keterampilan menyimpulkan dan menevaluasi. Kemampuan berpikir kritis siswa diperlukan untuk memecahkan permasalahan spasial issu atau isu keruangan yang ada disekitar siswa.

Pembelajaran Kooperatif GI adalah membelajaran yang diarancang agar siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah dan mengembangkan keterampilan meneliti.  Ide model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Menurut John Dewey dalam (Arends, 1998; Santiasa, 2007) bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Ditambahkan oleh Dewey (dalam Santiasa, 2007) bahwasanya yang utama tentang pendidikan  adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.

Pada penerapan kooperatif GI setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk memilih topik yang diamati, membagi tugas-tugas menjadi subtopik-subtopik serta menentukan metode untuk melaksanakan penelitian terhadap subtopik-subtopik tersebut (Susanto, 2009). Hasil penelitian Lazarowitz dan Karsenty, 1990 (dalam Istikomah, 2010) menunjukkan bahwa model pembelajaran group investigation mampu meningkatkan hasil belajar dan prestasi akademik. Model ini memberikan keleluasaan siswa memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada, sehingga siswa mampu memecahkan masalah secara real didunia nyata. 

Pembelajaran GI cocok digunakan dengan penerapan kurikulum 2013 dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui spasial issu karena pembelajaran GI ditekankan pada 5 hal pokok yakni; (1) pengorganisasian kelompok dan pengidentifikasian topik, (2) perencanaan kelompok, (3) pelaksanaan investigasi, (4) penganalisaan hasil dan mempersiapkan laporan, dan (5) penyajian laporan.

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu 1) plan (perencanaan), 2) arc (pelasanaan) 3) observe (observasi), dan 4) reflect (refleksi).

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa melalui spatial issu pada mata pelajaran geografi. Data diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis dan angket respon aktivitas pembelajaran Group Investigation (GI) yang diberikan tiap akhir siklus. Penentuan kreteria pada hasil angket respon terhadap pelaksanaan model GI berdasarkan skala Likert dengan kualifikasi dapat dilihat pada tabel 1.1 Kualifikasi Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran GI

Analisis data dalam PTK digunakan untuk memperoleh kepastian terjadi perbaikan dan peningkatan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran GI. Dalam penelitian ini, ketuntasan klasikal atau daya serap klasikal yang harus dicapai pada hasil tes kemampuan berpikir kritis adalah 60% dari keseluruhan siswa kelas X IPS 2 dengan nilai rata-rata KKM yakni 80. Apabila hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa telah memenuhi standar ketercapaian yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan telah berhasil.

 

Tabel 1.1. Kualifikasi Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran GI

Skor (%)

Kreteria

0%-20%

21%-40%

41%-60%

61%-80%

81%-100%

Sangat rendah

Rendah

Cukup

Baik

Sangat Baik

Sumber: Ridwan, 2009 dalam Mutmainah, 2013.

 

Alat yang digunakan untuk melihat adanya peningkatan adalah tabel dan grapik yang diperoleh dari data hasil belajar siswa pada siklus I dan II. Apabila hasil belajar mengalami peningkatan, maka dapat dikatakan bahwa pemberian tindakan berasil dan pemberian tindakan tersebut dapat diberhentikan dengan kata lain model pembelajaran GI mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang.

 




                 Keterangan:

                 P:  Presentase tingkat kemampuan berpikir kritis

                 F:  Jumlah nilai kemampuan berikir kritis siswa

                 N: Jumlah nilai ideal kemampuan berpikir kritis

Sumber: Arikunto, 2002 dalam Mutmainah, 2013.

 

Sebagai pedoman dalam mengambil kesimpulan dari hasil analisis data dengan menggunakan persentase (%) yang dapat dilihat pada tabel 1.2. Kreteria Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

 

 

Tabel 1.2 Kreteria Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No

Presentase

Klasifikasi

1

92%-100%

Baik sekali

2

75%-91%

Baik

3

50%-74%

Cukup Baik

4

25%-49%

Kurang baik

5

0%-24%

Tidak baik

Sumber: Arikunto, 2002 dalam Mutmainah, 2013.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pelaksanaan pembelajaran model GI, terjadi peningkatan dari pra siklus ke siklus I dan siklus II setelah diadakan tindakan. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis dan angket respon aktivitas pembelajaran GI yang dapat dilihat pada tabel 1.4. Rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis

 

 

Tabel 1.4 Rata-Rata Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tindakan

Rata-rata Hasil Belajar Siswa

Daya serap klasikal

Pra Siklus

65

19, 0%

Siklus I

76

46, 19%

Siklus II

83

65, 38%

Berdasarkan tabel 1.4. Rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis dari pra siklus atau sebelum siklus dilakukan tindakan sampai dengan siklus II dengan menggunakan model pembelajaran GI mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada gambar 1.1. Grafik Peningkatan Rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis.

 


 

 

 

 

 

Gambar 1.1   Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kritis

 

Berdasarkan grafik 1.1 tampak bahwa nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II. Rata-rata tes kemampuan berpikir kritis dari pra siklus ke siklus I mengalami kenaikan sebesar 27, 19 % dari rata-rata nilai 65 menjadi 76. Sedangkan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 19, 19 %, dari rata-rata nilai 76 menjadi 83.

Kenaikan rata-rata pada tes kemampuan berpikir kritis beserta daya serap klasikal tersebut diikuti dengan kenaikan aktivitas siswa pada model pembelajaran GI yang dapat diketahui dari angket respon yang diberikan pada setiap akhir siklus berasamaan dengan tes kemampuan berpikir kritis. Adapun rekapitulasi hasil angket respon siswa tercantum pada lampiran 20 dan 34. Tabel prosentase aktivitas siswa pada setiap tahapan model pembelajaran GI dapat dilihat pada tabel 1.5. Prosentase aktivitas siswa pada model pembelajaran Group Investigation (GI)

 

 

Tabel 1.5. Prosentase Aktivitas Siswa pada Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Tindakan

Tahap I

Mengidentifikasi topik

Tahap 2

Melakukan perencanaan

Tahap 3

Melakukan Investigasi

Tahap 4

Membuat laporan

Tahap 5

Melakukan Presentasi

Tahap 6

Evalusi

Rata-rata

Pra siklus

-

-

-

-

-

-

-

Siklus I

77

74

73

68

68

79

73

Siklus II

77

87

84

88

79

87

84

 

 

Untuk lebih jelasnya berikut disajikan grafik peningkatan rata-rata prosentase aktivitas siswa pada model pembelajaran GI dari siklus I hingga siklus II yang dapat dilihat pada grafik 1.2 Peningkatan Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Model Pembelajaran GI

Berdasarkan tabel 1.5 dan grafik 1.2  tampak bahwa prosentase aktivitas siswa pada model pembelajaran GI meningkat dari siklus I sebesar 73 ke siklus II menjadi 84, berdasarkan tabel dan grafik tersebut dapat dilihat peningkatan sebesar 11 % dari siklus I dan siklus II. Sedangkan menurut atuaran skala Liktert, katogori rata-rata prosentase aktivitas siswa pada siklus I adalah “cukup baik” dan pada siklus II meningkat menjadi “baik”. Hal tersebut mempengaruhi ketuntasan belajar dan juga daya serap klasikal siswa pada tes kemampuan berpikir kritis.

 


 

 

Gambar 4.5. Grafik Peningkatan Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Model Pembelajaran GI

 

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation (GI) di kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang pada siklus I dan II mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran GI merupakan pembelajaran autentik membawa siswa memahami dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan didunia nyata. Sesuatu yang mendukung hal tersebut yakni dengan melakukan investigasi terhadap fenomena-fenomena alam, Marino et al (2004) dalam Sumarmi (2012). Model pembelajaran GI tepat diterapkan dalam pemecahan masalah geografi secara spatial issu (Isu Keruangan),

Dari pengkajian isu-isu keruangan yang diangkat anak didik telah berpikir secara kritis memecahkan permasalahan yang ada melalui tahapan GI. Hal ini terlihat dari hasil peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I sampai siklus II.

Hal ini sejalan dengan teori velajar konstruktivisme kognitif Piaget dan teori sosiokulturalisme Vygotiky, yang melandasi lahirnya model pembelajaran GI. Menurut Piaget pengetahuan merupakan hasil kontruksi pikiran manusia dari elemen-elemen informasi, perasaan, dan pengalaman, bukan dari sesuatu yang ada didunia luar (Sharan and Sharan, 1992 dalam Mutmainah, 2013).

 

KESIMPULAN

 

Penerapan model pembelajaran Group Investigation mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 SMA Negeri 8 Malang pada materi pembelajaran Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Litosfer”. Hal ini dilihat dari meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS 2 dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II. Rata-rata tes kemampuan berpikir kritis dari pra siklus ke siklus I mengalami kenaikan sebesar 27, 19 % dari rata-rata nilai 65 menjadi 75. Sedangkan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 19, 19 %, dari rata-rata nilai 75 menjadi 83. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan adanya peningkatan prosentase aktivitas siswa pada model pembelajaran GI meningkat dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 11 % dari siklus I dan siklus II.

 

SARAN

 

Guru Geografi hendaknya mulai mencoba menerapkan model pembelajaran GI dalam proses pembelajaran, karena model tersebut mampu melatih siswa untuk berpikir kritis. Pada pelaksanaannya harus selektif dalam memosisikan siswa dalam kelompok agar tepat dalam pembentukan kelompok investigasi. Hal tersebut mempengaruhi kinerja kelompok. Selain itu juga dalam proses kerja kelompok perlu adanya perhatian yang lebih, untuk melihat apakah siswa dalam kelompok bekerja sama dengan baik atau hanya didominasi oleh siswa tertentu dan disarankan untuk peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan model pembelajaran GI agar memperhatikan dengan cermat pengelolaan waktu pelaksanaan penelitian untuk memperoleh hasil yang maksimal

 

DAFTAR PUSTAKA

Fisher, Alec.2007.Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Ismaniati, Cristina, tt. Peningkatan Pemahaman dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa melalui Implementasi Strategi Pembelajaran Group Investigation.(Online) terdapat di http://staff.uny.ac.id/sites/default/file/penelitian/Dr.-20Chiristina 20Christina-20Ismaniati,-20M.Pd./Peningkatan-20pemahaman-20 Keterampilan-20berpikir-20kritis.pdf).diakses 9 November 2015.

Istikomah, dkk. 2010. Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Volume 1 No 6 Tahun 2010 Halaman 40-43 ISSN: 1693-1246 Univesitas Negeri Surabaya diterbitkan pada januari 2010

Mutmainah, Ana. 2013. Penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 5 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Pendidikan Geografi FIS Universitas Negeri Malang

Santyasa, I W. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah. Dalam: pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida pada tanggal 29 Juni - 1 Juli 2007

Sumarmi, 2015. Penguatan Teori “Trikon”untuk Meningkatkan Kompetensi Pendidik Geografi di era MEA disampaikan dalam seminar nasional dengan tema: Pemantapan Profesionalisme Guru di Era MEA.

Surmami, 2012. Model-model Pembelajaran Geografi.Yogyakarta: Aditya media Publisser ISBN 987-602-9461-41-1.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Online), (http://kemindikbud.go.id) diakses tanggal 11 November 2015

 

 

0 komentar:

Posting Komentar