GUNUNG TAMBORA “POMPEII DARI TIMUR”
OLEH KELOMPOK:
- M. Zulfar
Rusdi
- Nabilla
Putri Pratama
- Naffisa
Nur Zahra F.
- Syafira
Putri Hasan
Gunung Tambora (Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Dompu (sebagian kaki sisi selatan
sampai barat laut) dan Kabupaten
Bima (bagian lereng sisi selatan
hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara),
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara astronomis, gunung tambora berada di 8°15' LS dan 118° BT. Gunung ini terletak
baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk
oleh zona subduksi di bawahnya.
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali
sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui. Perkiraan tanggal
letusannya ialah tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150 tahun. Ketiga
letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing
letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk
letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik. Aktivitas vulkanik
gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan gunung ini terdengar hingga
pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km).
Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan ketiga ini
memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah
letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas selanjutnya terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya
letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai
bagian dari letusan tahun 1815. Sekitar tahun 1880 ± 30 tahun,
Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat
aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang
kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.
Berdasarkan
laporan Letnan Owen Philips, selaku utusan Raffles, Raja Sanggar masih hidup
dan menjadi saksi peristiwa tersebut. “Sekitar pukul 7 malam tanggal 10 April
terlihat tiga bola api besar keluar dari Gunung Tomboro. Kemudian tiga bola api
itu bergabung di udara dalam satu ledakan dahsyat” demikian keterangan Raja
Sanggar.
Catatan berbagai saksi mata
dan hasil analisis para ahli semakin menegaskan bahwa letusan Gunung Tambora
pada 1815 merupakan yang terbesar dalam catatan sejarah modern. Material vulkanis yang dikeluarkan saat Gunung
Tambora meletus mencapai lebih dari 100 km kubik atau 100 milliar
meter kubik, sedangkan Gunung Merapi 'hanya' memuntahkan 150 juta meter kubik.
Dampaknya sangat luas. Aerosol
sulfat yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di atmosfer sehingga
menghalangi sinar matahari ke bumi. Setahun kemudian, gelap masih menyelimuti
Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai 'Tahun
tanpa musim panas'.
Dampak dari meletusnya gunung Tambora menyebabkan ketinggian menyusut hampir separuhnya menjadi 2.700 meter
dari permukaan laut (mdpl). Angka korban yang ditimbulkan akibat letusan gunung
Tambora diperkirakan lebih
dari 70.000 orang tewas akibat letusan gunung Tambora. Selama bulan April 1815,
gunung Tambora tak henti-hentinya beraktivitas. Akibat kenaikan aktivitas
tersebut berbagai macam bencana timbul. Salah satunya adalah terjadinya
gelombang tsunami di sejumlah daerah pesisir di Indonesia. Tanggal 10 April 1815 gelombang tsunami setinggi 4 m terjadi di daerah Sanggar
sekitar jam 10 malam. Tsunami setinggi 2 meter juga terjadi di daerah
Situbondo, Jawa Timur. Tsunami lainnya juga terjadi di Maluku dengan ketinggian
gelombang mencapai 2 meter. Akibat
dari letusan gunung Tambora ini juga bisa dirasakan di daerah timur laut
Amerika Serikat.
Pada tahun
1816 muncul kabut kering yang mengurangi cahaya matahari disana sehingga
suasana menjadi lebih gelap dari biasanya Satu tahun setelah letusan yakni
tahun 1816 terjadi. Letusan gunung tambora menyebabkan perubahan iklim dunia
yang cukup drastis yang mengakibatkan gagal panen di berbagai belahan dunia.
Tidak cuma di Indonesia saja. Di Eropa dan juga Amerika Utara efek ini juga
bisa dirasakan. Disebut-sebut
sebagai tahun terdingin nomor dua di belaham Bumi utara sejak tahun 1400
masehi akibat letusan gunung Huaynaputina di Peru tahun 1600. Di
beberapa daerah di Eropa juga terjadi badai salju yang cukup deras.
0 komentar:
Posting Komentar